uklik.net – Menanggapi bola panas yang bergulir mengikuti tudingan Herry Hersong Pansila terkait ketidak mampuan Pol PP menangani peredaran miras, Habib Idrus Al Habsyi dari GiBAS (Gerakan Islam Bersatu Anti Miras ) cukup lantang menanggapi. Agaknya „ alumni „ FPI ini cukup geram dengan peredaran miras di Depok yang meski di gerus akan datang lagi dan lagi.
Menurutnya urusan satu ini terlalu dimanja oleh UU dan peraturan sehingga aparat pun sulit menangani.
“ DPRD jangan tidur, jangan juga jadi penonton dan menganggap ini bukan masalahnya karena yang diserang Pol PP. Jangan juga menggampangkan masalah seolah semua kesalahan ada dipundak Walikota, seperti saat Pilkada lalu, ada apapun yang nggak pantas di Depok tuding Walikota nggak mampu ngatasi. Itu pikiran bodoh. Kalian bagian dari itu, tengok Perdanya, mampu tidak memagari. Kalau tidak, gandeng Walikota, revisi Perdanya !!” ujarnya keras.
Menurut Habib Idrus, persoalan mendasar dari miras ini adalah peraturan pemerintah yang masih longgar terkait peredaran Miras. Miras digolongkan A,B,C dengan aturan peredarannya yang lunak, tak ada larangan peredaran. Penjual miras bisa saja lolos dan terus berdagang lantaran mengantongi ijin dari Kementerian Perdagangan RI .
Daerah dengan otonominya harus mampu memagari dirinya sendiri. Dengan adanya perundangan dari pusat, tentunya daerah tidak bisa membuat aturan pelarangan sekenanya, semua harus mengacu dan tidak bertentangan dengan perundangan di atasnya.
“Saya tidak menyoroti yang dipusat. Khusus untuk daerah, Depok setahu saya sudah coba memagari dengan Perda No. 6 Thn. 2008 yang intinya antara lain sudah pembatasan peredaran miras setidaknya 1 km dari sekolah, sarana tempat ibadah, pemukiman masyarakat ataupun kantor pemerintahan.
Harusnya itu cukup karena di daerah mana sih di Depok yang tidak ada masjid atau sekolah dalam radius 1 km ? Tapi selalu ada cara berkelit, barangkali harus direvisi , harus ada regulasi yang lebih pasti sehingga Pol PP atau aparat yang berwenang punya hak untuk menutup toko /pengecer jika melakukan pelanggaran, Yang ada sekarang tidak mencakup kekuatan hukum itu, hanya pencabutan ijin sementara,” ujar Idrus mempertanyakan.
Menurut Idrus, Pol PP atau pun kepolisian nggak bisa semena-mena menutup toko miras karena tidak ada payung hukum untuk itu. Paling hanya mengacu pada Perda Kota Depok No. 16/2012, menangkap orang yang mabuk-mabukan.
Menyita miras siap edar, di sita pagi malam datang dua kali lipat. “Cape kita, celakanya pengecernya dekat dengan lingkungan masyarakat dan anak sekolah pun bisa membeli. Ada baiknya dalam regulasi tersebut misalnya miras boleh diperjual belikan di hotel, café/restauran dengan kondisi dan lokasi khusus yang berpajak besar, batasan kadar alkohol dan batasan usia pembeli serta jumlah konsumsi jelas. Miras itu tidak boleh dibawa keluar, hanya dikonsumsi di tempat Dan lebih penting lagi berijin dari daerah serta sanksi bisa ditutup jika melanggar, “ ujarnya.
Menurutnya regulasi baru nantinya tidak melarang peredaran karena dari kementerian pun tidak ada larangan dan kita tidak bisa melangkahi itu. Hanya saja dengan batasan dan payung hukum jelas, daerah khususnya Depok bisa melindungi warganya, khususnya generasi muda dari bahaya miras.
“Tidak boleh ada lagi pengecer yang bebas beroperasi di lingkungan warga. Satu kilometer ataui 5 kilometer dari lingkungan warga sama saja , lebih baik tegas dibatasi dimana bisa dijual semua, jadi
pengawasan lebih mudah . Dan Pol PP atau pihak lain yang jadi punya kewenangan dan payung hukum untuk menindak tegas jika masih ada peredaran miras di lingkungan warga. Bila perlu ada pihak independen atau unsur masyarakat yang menilai apakah tempat tersebut layak menjual miras
atau tidak sebel” pungkasnya. (dian)