uklik.net – Beberapa waktu belakangan Sat Pol PP Kota Depok, sibuk menjaring Manusia Silver (MS) yang banyak berkeliaran di jalanan dan perkampungan. Penjaringan tersebut, dilakukan karena banyaknya keluhan warga yang merasa terkejut dan terganggu saat mereka mengamen di jalan terutama malam hari. MS berkeliaran siang hingga malam hari, padahal mayoritas mereka adalah anak-anak, bahkan tak seluruhnya merupakan anak-anak jalanan, belakangan sejumlah siswa sekolah disinyalir terlibat.
Manusia Silver sebenarnya bukan kejahatan, tapi masalah kesenjangan sosial. Untuk menangani masalah ini Pemkot Depok dan pihak terkait dapat melakukan pembinaan, tetapi lebih bijaksana jika melakukan upaya preventif tidak dengan cara penertiban jalanan semata, karena tidak menyelesaikan masalah. Hal ini dinyatakan oleh Arief Suryadi, Ketua K3S Sukmajaya.
“ Mesti ada pendekatan yang menyentuh akar permasalahannya. Salah satunya dengan mencari
tahu mengapa semakin banyak MS yang turun di jalan-jalan bahkan perkampungan di Kota Depok untuk melakukan berbagai aktivitas yang bisa membahayakan dirinya. Tentunya harus dicari tahu faktornya sehingga anak-anak ke jalan. Tentu tak bisa disamakan antara kasus satu dan lainnya,”ujar Arif Suryadi.
Arief juga berharap setelah diketahui akar permasalahannya, pemerintah bisa mencari solusi jitu mengatasi persoalan MS ini, mungkin Dinas Pendidikan bisa memberikan arahan atau rambu-rambu bagaimana memagari siswa Depok agar tak terjun sebagai manusia silver.
Senada dengan Areif, H. Nurhasan, Ketua K3S Kecamatan Cilodong juga mengemukakan keprihatianannya. Ia berharap ada koordinasi antara pihak terkait dengan sekolah. Sehingga anak-anak yang terjaring, seandainya masih berstatus siswa dan orang tuanya bisa mendapat pengarahan dan pembinaan juga dari sekolahnya.
“Saya juga akan instruksikan para guru di Cilodong untuk proaktif jika menemukan siswa yang menjadi MS, meski itu bukan siswa sekolahnya. Ditanya apa alasannya, diarahkan agar berhenti melakukan. Yah persuasif lah,“ tutur Nurhasan.
Memang fenomena kehadiran MS ini dilematis bagi Pemkot Depok. Awalnya seniman manusia silver bisa kita jumpai di Komunitas Kota Tua sebagai salah satu daya tarik bernilai seni. Entah bagaimana awalnya di masa pandemic Covid ini jumlahnya merebak.
Mayoritas pelaku adalah anak-anak dibawah umur, disinyalir anak-anak sekolah, yang karena pandemic harus belajar PJJ. Mereka mungkin jenuh dirumah dan awalnya ikut-ikutan teman karena melihat dengan cara itu bisa meraup rupiah.
Ada pula orang tua kurang bertanggungjawab yang mengeksploitasi anaknya mencari nafkah dari berkeliling jadi MS. Dilema masalah perekonomian / kesenjangan sosial dan keselamatan ataupun kesehatan si anak bagaimanapun harus bisa diatasi secara bijaksana.
“Mungkin sebagian dari memang sekedar ikut-ikutan, tapi Pemkot harus waspada , seperti juga kasus pengemis, dalam permasalahan ada oknum-oknum tak bertanggungjawab memobilisir anak-anak dibawah umur ini. Mereka menarik imbalan Rp 50 ribu perhari untuk biaya pembelian, pengolesan dan penghapusan cat di tubuh sang anak. Dan merekalah yang menyebarkan anak-anak ini ke berbagai pelosok untuk mencari uang. Lantas bertanggung jawabkah mereka jika terjadi sesuatu pada si anak atau jika suatu saat kulit mereka itu terdampak oleh cat yang sering dipakai?.” ujar Tb. Toto Sudiarto dari Kasepuhan Banten mempertanyakan.
Sat Pol PP sebaiknya tak berhenti dengan menjaring MS yang berkeliaran saja tetapi juga bekerjasama dengan pihak berwajib untuk mempidanakan oknum-oknum tidak bertanggungjawab
yang memobilisirnya.
”Persoalan tidak akan selesai jika yang ditangkap hanya si anak. Mereka sebagian cuma korban‟ iming-iming meraup rupiah dan pemanfaatan tak bertanggungjawab baik oleh pihak yang mengeksploitasi, memobilisir dan memfasilitasi keberadaan mereka di jalanan. Ada undang-undang nya kok untuk menjerat orang yang mengeksploitasi anak di bawah umur,“ paparTB. Toto.
Akan jauh lebih baik lagi setelah tahu akar permasalahannya , legislatif dan eksekutif duduk bersama dengan berbagai pihak terkait mencari solusinya, bila perlu menelurkan peraturan daerah yang bisa melindungi anak-anak dan siswa Depok .
“Bukan jamannya lagi saling mempersalahkan, menyudutkan pemerintah sebegai pihak yang tak mampu menangani. Kita semua terutama legislatif dan eksekutif punya tanggung jawab yang besar untuk mengatasi persoalan ini bersama-sama,” pungkas TB. Toto Sudiarto. (toro)