uklik.net – Logo baru halal yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) masih saja jadi perbincangan.
Logo berbentuk wayang ini akan menggantikan label halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sudah digunakan masyarakat selama bertahun-tahun.
Sebenarnya, kapan awal mula sertifikasi halal dikeluarkan oleh MUI? Sertifikasi halal yang dahulu dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI sebenarnya merupakan respons pemerintah atas temuan Prof Tri Susanto.
Peneliti dari Universitas Brawijaya ini menemukan jika ada 34 produk makanan dan minuman yang mengandung lemak babi. Temuan ini berawal ketika ada mahasiswa bimbingannya yang mencoba mengindentifikasi titik kritis keharaman dan mencurigai beberapa bahan baku.
Ternyata, materi itu berkembang hingga di luar kampus. Hasil ini dipublikasikan diberbagai surat kabar sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat khususnya konsumen Muslim.
Muhammad Taufik dkk dalam Serba-Serbi Mindset Halal menjelaskan, pada 1 Desember 1988, Ketua Umum MUI ketika itu, KH Hasan Basri, Menteri Agama H Munawir Sjadzali dan Menteri Kesehatan dr Adhyatma MPH mengeluarkan imbauan kepada para produsen makanan termasuk makanan yang dihidangkan di restoran maupun hotel agar memproduksi serta menghidangkan makanan dan minuman yang bersih dari bahan-bahan haram.
Pada awalnya, label halal diberikan berdasarkan keterangan sepihak dari perusaan terkait komposisi bahan yang digunakan. Ketika perusahaan melaporkan bahwa produknya tidak mengandung bahan non-halal, maka perusaan tersebut sudah bisa memakai label halal.
Meski demikian, kebijakan ini dinilai tidak efektif untuk menjamin kehalalan produk. Karena itu, SK No 924/Menkes/SK/VIII/1996 pun dikeluarkan sehingga terjadi perubahan alur pencantuman label. Sebelum menuliskan label halal kepada produknya, perusahaan terlebih dahulu harus melalui persetujuan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen PON) berdasarkan fatwa dari Komisi Fatwa MUI. ***