uklik.net – Merasa dirugikan , dua puluh dua konsumen perumahan Azzaira Village 6 yang disegel meminta perlindungan dari Walikota Depok. Selain meminta perlindungan agar permasalahannya di mediasi, mereka meminta penetapan status quo atas tanah lahan tersebut agar tidak bisa diperjualbelikan selama proses penyelesaian masalah masih berlangsung.
Permohonan kedua agar bangungan yang ada tidak dibongkar dulu oleh pemerintah kota Depok dengan alasan perijinan yang belum beres, sebelum ada penyelesaian hak konsumen secara adil.
“ Kami sebagai warga Depok tidak tahu harus minta perlindungan ke siapa selain ke walikota. Karena penyegelan memang dilakukan aparat pemerintahan (Pol PP) dan beralasan. Tapi dibalik kejadian itu kami sebagai konsumen adalah korban penipuan. Jadi setidaknya kami minta walikota menunjuk pihak yang bisa memediasi dan membantu menyelesaikan permasalahan ini secara adil. Jangan sampai sudah tertipu kami juga kehilangan semua uang yang sudah kami bayarkan. Jangan sampai bangunan dihancurkan dan lahan diambil alih kembali,” ujar Nugroho ST salah satu konsumen mewakili konsumen lain.
Mereka ingin audiensi dengan walikota untuk menjabarkan permasalahan tersebut dan siap dengan berbagai bukti dan kronologisnya.
“ Kekhawatiran ini beralasan karena pemilik lahan seolah mempersulit konsumen untuk menyelesaikan masalah bahkan mengganti sertifikat kepemilikan lahan dari Ny.Dra. Kharma Siswani (almarhumah) sebagai pemilik lahan , sekarang sudah dibalik nama ke suami , DR. IR. Pandji R. Hadinoto, MH sebagai ahli warisnya. Ini meresahkan, jika tak ada penetapan status quo, bisa saja lahan di jual pada pihak lain, Ini bukan tuduhan tapi hal tersebut masuk akal dan bisa saja terjadi ,” ujar Nugroho.
Ketakutan konsumen beralasan karena uang yang sudah mereka keluarkan tidak sedikit, sebagian sudah melunasi pembayaran sebagian masih kurang tapi sudah terbayar lebih dari lima puluh persen, bahkan ada pembeli yang sudah membayar lunas tapi lahan belum di bangun.
Buntut penyegelan perumahan dengan 22 bangunan setengah jadi ( dalam site plan 28 rumah tapi baru terbangun 22 rumah) di Jl Mesjid II RT 01/02 , Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoranmas oleh Satpol pp bersama tim gabungan (15/9/21) lalu, makin merugikan pihak konsumen. Tindakan ini awalnya beralasan rumah – rumah tersebut melanggar Perda no 23, tak mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan Perda Tata Ruang dan lainnya seperti yang dinyatakan pihak Pol PP pada media saat itu.
Pelaksanaan penyegelan pun tanpa dihadirkan pemilik lahan, pengembang, Lurah dan Camat setempat.
“ Bahkan RT pun konsumen yang memanggilnya agar ada saksi.” ujarnya.
Sebelum disegel menurut berita yang sempat dilansir suatu media, pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu (DPMPTSP) Suryana Yusuf telah melayangkan surat teguran pada pengelola hingga tiga kali tapi tak diindahkan. Suryana Yusuf juga menyatakan bahwa jika dalam 6 bulan setelah penyegelan tidak ada tindak lanjut maka akan ditindak tegas.
“ Wajar jika timbul kekhawatiran jika bangunan yang sudah ada tersebut di rubuhkan nantinya, Jika itu terjadi dan sengketa kami belum selesai kamilah yang dirugikan, bagaimana membangunnya kembali, “ keluh Rudy, salah seorang komsumen.
Pihak konsumen menyayangkan tindakan pemilik lahan yang mereka anggap menggantung permasalahan, “ Ada upaya pemilik lahan mengurus PRJB lahan tersebut. Setahu kami sudah ada 4 notaris yang dihubunginya, tapi setelah mendapat keterangan dari kami terkait permasalahan jual beli yang bermasalah mereka mengundurkan diri .
Sampai saat ini kami tidak pernah berkesempatan menemui pemilik lahan secara langsung, hanya zoom meeting saja bersama pengacaranya. Ini sulit menyelesaikan masalah karena tidak tuntas,” ujar Rudy.
Memang kasus yang terjadi tidak sederhana, tapi mereka optimis jika ada keterbukaan dan duduk bersama dengan pemilik lahan maka solusi lebih mudah di dapat. Apalagi jika duiduk bersama ini di mediasi oleh pemerintah Kota Depok , tentunya bisa lebih dipercaya .
Berawal dari iklan perumahan di media sosial Februari 2021 yang dinilai cukup menarik, para konsumen ini menghubungi pihak marketing dan janji bertemu dilahan lokasi seluas 2.160 meter persegi .
Disana sudah ada lahan yang siap dibangun serta site plannya. Tentu saja itu meyakinkan konsumen. Pembelian perumahan yang ditangani pengembang Yudi Hermawan tersebut berjalan wajar. Proses jual beli pun menggunakan jasa notaris Gustiah Rahmawati ,SH.
“ Memang di akta dinyatakan bahwa jual beli definitif di hadapan PPAT belum bisa dilaksanakan karena masih dalam proses pemecahan sertifikat. Tapi kami percaya karena prosesnya sesuai hukum. Pembayaran dilakukan dengan cara cash bertahap dan itu juga kami penuhi bahkan ada di antara kami yang bayar langsung lunas ,” ujar Habib Mustofa , yang sudah melunasi namun rumahnya belum dibangun, padahal perjanjiannya Juni 2021 semua sudah terbangun.
Celakanya meski sudah membayar lunas atau lebih dari 50 % , mulai Juli 2021 pembangunannya tidak mengalami progress. Konsumen mulai kesal dengan sikap Yudi yang terus menerus minta tambahan dana dengan berbagai alasan, dan akhirnya raib setelah Yudi menyatakan tidak sanggup lagi melanjutkan pembangunan.
“ Raibnya Yudi tanpa menyelesaikan tanggungjawab diiringi sikap pemilik lahan yang awalnya menyatakan bahwa uang yang dibayarkan konsumen pada pengembang tidak sampai di tangannya. Walau akhirnya diakui uang tersebut ternyata sudah diterima oleh istrinya. Sebelum itu kami sempat khawatir bila ia mengakui lahan tersebut tetap miliknya. Kalau itu sampai terjadi kami pastinya sangat dirugikan ,” ujar Nugroho.
Ada lagi sikap yang disesalkan konsumen Panji selaku pemilik lahan malah menyarankan mereka melapor saja kasus ini ke yang berwajib.
“ Ini kami anggap upaya cuci tangan seolah kan kami ini di tipu pengembang dan nggak ada sangkut pautnya sama dia. Apalagi alasannya dia nggak terima uang dari pengembang. Nggak bisa lah cuci tangan seperti itu. Semua orang pasti tahu nggak mungkin pemilik lahan mengijinkan pengembang membangun perumahan di lahannya tanpa ada MOU, perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak, Ini bukan membangun diam-diam , proses jual beli nya pun di hadapan notaris, Lha kalau alasannya dia tidak terima uang atau juga merasa tertipu oleh pengembang harusnya kita bersama-sama yang melaporkan Bukan menganggap hanya kita yang tertipu. Kita membeli secara sah ada hak konsumen di situ, Jelas kita keberatan jika suatu saat dia menganggap lahan itu tetap miliknya dan hanya mengembalikann uang yang diterima dari kami secara langsung tanpa mau tahu pembayaran kami ke pengembang ( sebelum menghilang Yudi meminta pembayaran selanjutnya dilakukan langsung ke pemilik lahan). Kami ingin ada kejelasan arah penyelesaian kasus ini,” ujar Habib Mustofa.
Mengenai ancaman tindak tegas aparat jika setelah 6 bulan setelah disegel IMB tak diurus, lagi lagi konsumen minta kebijakan Pemkot Depok.
“ Bagaimana mau mengurus IMB kalau sertifikat dan kasus jual belinya beluim ada kejelasan. Biarlah masalah ini dimediasi dulu,” pungkas Nugroho yang diamini 22 konsumen lainnya. (dian’t)