uklik.net – Aula Paroki Kosambi Baru menjadi saksi berlangsungnya diskusi lintas agama yang diselenggarakan oleh Seksi HAAK Paroki Kosambi Baru bekerja sama dengan Komite Lintas Agama Jakarta Barat, Rabu (17/9). Acara ini menghadirkan tiga narasumber utama: H. M. Matsani, M.Si. (Kaban Kesbangpol DKI Jakarta), Ken Setiawan (Pendiri NII Crisis Center), dan Kombes Pol Moh Dofir (Densus 88 Anti Teror Polri).
Diskusi yang berlangsung hangat tersebut mengusung tema “Mengatasi Perbedaan untuk Membangun Kesatuan”. Para narasumber menekankan pentingnya persatuan di tengah perbedaan suku, agama, dan budaya.
“Indonesia adalah bangsa yang besar dan majemuk. Tugas kita menjaga kerukunan, agar jangan ada celah bagi paham yang merusak persatuan,” tegas Matsani.
Sementara itu, Ken Setiawan menyoroti bahaya penyalahgunaan agama untuk kepentingan tertentu. “Perbedaan bukan alasan untuk bermusuhan, melainkan pintu masuk untuk saling memahami,” ujarnya.
Kombes Pol Moh Dofir menambahkan, kelompok intoleran dan radikalisme masih menjadi ancaman nyata. “Densus 88 selalu terbuka bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat untuk mencegah benih-benih teror tumbuh di sekitar kita,” katanya.
Ia dikenal aktif menulis dan meneliti isu radikalisme, termasuk melalui karya ilmiah berjudul “Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Masyarakat Sipil dalam Mencegah Radikalisme di Indonesia” yang terbit pada 2019.
Narasumber kedua, Dr. Muhammad Tohir, MH, dikenal konsisten membangun dialog lintas agama untuk memperkuat kerukunan di tengah masyarakat majemuk. Menurutnya, perbedaan harus dipandang sebagai harmoni, sebagaimana musik yang indah tercipta dari perpaduan berbagai instrumen.
Diskusi ini menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Para narasumber menekankan bahwa proses radikalisasi tidak terjadi seketika, melainkan melalui tahapan mulai dari intoleransi hingga pada akhirnya bisa mengarah pada aksi kekerasan.
“Pencegahan harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan masyarakat maupun dalam keluarga. Jika nilai-nilai Pancasila benar-benar dipahami dan dijalankan, maka bangsa ini akan tetap damai, rukun, dan harmonis,” ujar salah satu narasumber.
Para peserta yang hadir pun menyatakan kesiapannya menjaga kerukunan dan kesatuan bangsa. Mereka menilai Indonesia yang heterogen dapat tetap bersatu dengan semangat Pancasila.
“Bagi kami, Tuhan itu satu, seperti sila pertama Pancasila. Karena itu, kami bertekad menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan pemecah belah,” ungkap salah seorang peserta.
Acara diakhiri dengan salam kebangsaan bersama, menegaskan komitmen lintas agama untuk terus menjaga persaudaraan dan membangun kesatuan Indonesia. (ferita)