uklik.net – Jakarta Perbedaan bukanlah alasan untuk bermusuhan, melainkan ruang untuk saling memahami dan mengasihi. Pesan ini mengemuka dalam forum diskusi lintas iman yang digelar Komite Lintas Agama di Aula Maria Ratu Tosari, Gereja Santo Matias Rasul, Paroki Kosambi Baru, Jakarta Barat, Rabu (17/9).
Dalam pengantar acara, Yohanes Rudy selaku Ketua panitia menekankan bahwa keragaman adalah rahmat yang perlu dirawat bersama. “Kita ditakdirkan berbeda bukan untuk saling mencabik, tetapi untuk saling melengkapi. Semua agama mengajarkan cinta kasih, bukan kebencian,” ujarnya.
Narasumber Utama
Forum menghadirkan pembicara. Kombespol Mohamad Dofir S.H M.H , Kasubdit Kontra ideologi Anti terorist dan radikalisme, Densus 88 Mabes Polri yang menekankan bahwa pencegahan radikalisme harus dimulai sejak dini, baik di keluarga maupun di masyarakat.
Narasumber ke 2 , Ken Setiawan, pendiri NII Crisis Center, berbagi pengalaman pribadi. Ia menegaskan bahwa intoleransi adalah tahap pertama menuju radikalisme. “Awalnya merasa paling benar, menganggap orang lain salah. Kalau sudah intoleran, itu pintu masuk perekrutan kelompok radikal,” ujarnya.
Ken menggambarkan proses doktrinasi yang mirip “hipnosis ekokontak” melalui sugesti berulang, hingga korban kehilangan daya kritis. Perekrutan, katanya, bahkan dihargai hingga ratusan ribu rupiah per orang.
Pesan Kebangsaan
Dalam rekaman video yang ditayangkan, Ken Setiawan menekankan makna sila pertama Pancasila. “Ketuhanan Yang Maha Esa bukan hanya ikrar cinta kepada Tuhan, tetapi juga cinta kepada tanah air Indonesia. Jika sila pertama dijalankan, bangsa ini akan memperoleh bonus sila kedua hingga kelima,” tegasnya.
Perbedaan, menurutnya, adalah takdir yang harus dikelola untuk saling mengenal, bukan saling memusuhi.
Komitmen Pemerintah DKI
Dalam kesempatan ini hadir pula Kepala Badan Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta menegaskan komitmen pemerintah provinsi dalam menjaga kerukunan. “Siapa pun yang tinggal, bekerja, dan berinvestasi di Jakarta harus merasa aman dan dihargai. Kerukunan bukan sekadar kebutuhan sosial, tetapi bagian dari strategi membangun Jakarta sebagai kota global yang berdaya saing,” katanya.
Pemerintah mengapresiasi forum Komite Lintas Agama Jakarta yang menjadi ruang mediasi, terbukti mampu menyelesaikan banyak persoalan sosial melalui dialog.
Literasi Keagamaan sebagai Kunci
Forum juga menyoroti pentingnya literasi keagamaan lintas budaya. Seorang guru Katolik yang mengajar di lingkungan berbeda tradisi hingga praktik toleransi antar-santri dan masyarakat di Bali, menjadi contoh nyata bahwa kerukunan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang mantan Kapolsek juga berbagi pengalaman, bagaimana ancaman pembakaran terhadap wali kota berhasil diredakan melalui dialog, bahkan dengan pendekatan sederhana seperti memberi ongkos ojek agar warga bersedia hadir dalam pertemuan.
Penutup
Acara diakhiri dengan doa bersama lintas agama dan ajakan menjaga persaudaraan sejati. “Kerukunan adalah syarat utama bagi keadilan sosial dan keseimbangan bangsa. Dengan dialog dan cinta kasih, Para Tokoh Lintas Agama diharapkan mampu menyikapi dan mencegah terjadinya intoleransi, radikalisme, dan terorisme,” demikian pesan Panitia Yohanes Rudy dlm penutup Acara Silaturahmi dan Diskusi. ( FRT )