uklik.net – (Jakarta, 22/09/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan bahwa pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia pada kwartal II tahun ini minus 5,32%. Jika kwartal depan juga minus, ekonomi Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini merupakan bagian dari Koalisi Ideologis Petani dan harapan baru bagi Petani, juga nampak lebih obsesif dan lebih agresif terhadap pertumbuhan GDP untuk menggenjot sektor transportasi, manufaktur, dan pariwisata sehingga menganak-tirikan pertanian dan perikanan. Industrialisasi dibeberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan maju dan tumbuh pesat dikarenakan ditopang oleh sektor pertanian dan atau sektor perikanan yang merupakan prasyarat penting industrialisasi di negara tersebut. Hal tersebut berbanding terbalik dengan di Indonesia yang mengabaikan sektor pertanian dan atau sektor perikanan akan tetapi sektor manufaktur pun berjalan ditempat karena begitu banyaknya barang – barang impor yang masuk ke Indonesia. Sedangkan dalam masa pandemi wabah virus corana, dimana sektor – sektor anak emas seperti transportasi, manufaktur dan pariwisata terjun bebas, sektor pertanian khususnya pangan ternyata tumbuh positif 16% di musim wabah ini.
“Pertama dengan memuliakan kelas menengah produktif Petani di sektor pertanian, perikanan, perkebunan menghasilkan pangan memang pemerintah akan mengubah banyak paradigma dalam pembangunan. Karena sebagai kelas menengah produktif, Petani selalu bertumpu pada keragaman hayati, baik darat ataupun laut serta kelestarian alam, termasuk ketersediaan sumber daya air di dalamnya. Hal tersebut menuntut paradigma pembangunan yang ramah alam berbasis ekologi. Yang kedua adalah masalah lahan produksi, sebagai kelas menengah produktif, Petani selalu menghadapi problematika yang serius dengan ketimpangan kepemilikan lahan. Presiden Jokowi pada tahun 2015 pernah mencanangkan program perhutanan sosial dan selama periode pertama lalu berjanji akan menyerahkan pengelolaan sekitar 13 juta hektar tanah negara kepada Petani sekitar hutan, akan tetapi sampai tahun 2020 ini hanya baru sekitar 3 – 4 juta hektar atau baru 30% (red: persen) yang direalisasikannya. Jokowi harusnya lebih nyata melakukan reforma agraria, pemerataan lahan dan hak pengelolaan kepada Petani yang merupakan mayoritas pemilihnya bukan hanya retorika saja sedangkan yang paling mengherankan, kenapa pembantu – pembantunya masih dipertahankan setelah gagal? Coba kita lihat dan bandingkan rasio lahan produksi pangan Petani di Indonesia sangat rendah dan kalah jauh dari negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Disamping itu, lahan produktivitas pangan yang ada saat ini pun sangat rawan bencana seperti banjir dan kekeringan, belum lagi kondisi tanah yang rusak akibat dosis penggunaan pupuk kimia yang berlebih dapat menyebabkan rendahnya produktivitas pangan. Metode produksi yang tidak sehat tersebut selama ini diterapakan hanya menghancurkan keragaman hayati yang merupakan modal utama Petani dalam berproduksi pangan. Memang prasyarat terbesar untuk memperkuat pangan nasional adalah dengan adanya kemauan politik dari negara yang dalam hal ini adalah pemerintah, termasuk kesediaan pemerintah untuk mengubah paradigma pembangunan menjadikan pangan sebagai pondasi dan penggerak ekonomi, hal ini secara tidak langsung harus diikuti pengarusutamaan model pembangun yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” kata Ketua Umum Petani Satrio Damardjati melalui telepon selularnya (22/09/2020).
Ketua Umum Petani Satrio Damardjati juga menambahkan selama masa pandemi wabah, masyarakat Petani di pedesaan mulai berfokus tidak hanya di hulu seperti berproduksi pertanian, perikanan, perkebunan akan tetapi sudah melangkah pada pengolahan hasil produksi menjadi produk pangan bahkan sampai ke hilir langsung pada konsumen. Ketika sektor lain disaat pandemi wabah ini terjun bebas sedangkan sektor pangan ini menjadi penyedia lapangan kerja dan juga berusaha mengentaskan kemiskinan banyak orang di pedesaan. Jadi bisa dikatakan sektor pangan masih tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja kurang lebihnya 35% angkatan kerja khususnya di pedesaan dan juga sektor pangan ini merupakan bahan bakar mesin ekonomi nasional. Keputusannya ada pada Jokowi dan para pembantunya, apakah dimasa pandemi wabah ini akan berorientasi ke pembangunan sumberdaya manusia (SDM) pada masyarakat Petani di pedesaan dengan meninggalkan pendekatan yang sifatnya menjadikan masyarakat Petani sebagai objek proyek saja atau diganti dengan program yang lebih substansif atau lebih pada membangun tatanan masyarakat Petani yang berproduksi dari hulu sampai hilir menjadi sebuah ekosistem pangan.
“Apakah negara sudah hadir bagi masyarakat Petani? Belum, dan sangat wajar jika negara belum hadir di tengah – tengah masyarakat Petani, karena selama ini apa yang dikerjakan oleh para birokrasi eksekutif maupun legislatif baik dari tingkat pusat, provinsi bahkan kabupaten kota hanya tentang penyerapan anggaran di sektor pertanian, perikanan, perkebunan bukan membangun sebuah ekosistem pangan dari hulu ke hilir. Dengan Berazaskan PANCASILA dan Semangat GOTONG ROYONG Mewujudkan KEDAULATAN PETANI Yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan berlatar belakang Undang – Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Petani memutuskan petani.id dikembangkan menjadi aplikasi pengelolaan ekosistem pangan dari hulu ke hilir. Aplikasi petani.id bertujuan mempertemukan Petani dengan pembeli akhir serta pemangku kepentingan lainnya di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan olahan pangan, seperti penjual alat – alat pertanian, pemilik angkutan, investor dan pemerintah. Sehingga diharapkan Petani bisa mengontrol harga jual ke konsumen dan mendapatkan peluang bantuan permodalan. Untuk tahap awal yang akan diluncurkan oleh petani.id adalah menu 1.) Anggota Petani yang meliputi pendataan mengenai seperti data Petani, data lahan produksi Petani dan data hasil produksi Petani., 2.) Warung Petani yang bertujuan untuk menjembatani transaksi jual beli antara Petani dan konsumen baik itu supermarket, restaurant maupun perorangan., 3.) Komunitas Petani; sebagai sarana untuk berbagi ilmu perihal pertanian, peternakan maupun perikanan antara lain pengembangan benih / bibit, budi daya tanaman / ternak / ikan, dan lain – lain., 4.) Logistik; untuk pengantaran hasil panen / olahan pangan Petani yang telah dibeli konsumen., 5.) Pembayaran (red: Payment): merupakan menu untuk alat bayar bagi masyarakat Petani dan konsumen di aplikasi petani.id., 6.) Kemitraan (Crowd Funding): untuk menjembatani kerjasama Petani dengan investor perorangan dan lembaga pinjaman keuangan. Ke depannya aplikasi petani.id juga menyediakan menu untuk pembayaran berbagai macam tagihan (telepon, internet, listrik, air dan lain – lain) serta bisa menjadi media untuk iklan. Dengan membangun ekosistem pangan ini, DPN Petani berharap dapat mewujudkan KEDAULATAN PETANI Yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sekalipun masyarakat Petani selalu dijadikan anak tiri di negeri agraris berbasis maritim. Selain itu juga data – data yang tercatat dalam aplikasi petani.id ini diharapkan bisa menjadi cikal bakal big data pangan nasional.” jelas Ketua Umum Petani Satrio Damardjati.
• Liputan / Laporan : Departemen Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.