uklik.net – Sudirman tidak berusia panjang (1916—1950), umurnya hanya 34 tahun. Namun kontribusinya untuk Indonesia besar yaitu menorehkan gagasan amat monumental. Konsep politik tentara dipisahkan dari partai politik. Politik tentara adalah sebagai politik negara.
Tinggal lagi persoalan tantangan kedepan bagaimana Muhammadiyah berlambang matahari itu sebagai organisasi keagamaan diejawantahkan dalam wawasan kebangsaan yang berkemajuan di segala bidang.
Sosok Sudirman kelahiran Purbalingga 1916 itu tampil dalam kepemimpinan kemiliteran yang luar biasa. Figur dikenal sangat berani dan cerdas itu, dikuti oleh generasi belakangnya sebutlah misalnya Jenderal Feisal Tanjung, Suparjo Rustam, dan lain-lain.
Peran sejarah Muhammadiyah dalam kemiliteran tercermin dari watak kepribadian Sudirman, tegas dan jujur. Hal itu tidak terlepas dari kepaduan faham kegamaan dan perjuangannya. Yaitu ia aktivis kepanduan Hizbul Wathan (HW) dan seorang guru Muhammadiyah.
Di sini menjadi menarik untuk mengkaji khazanah masa lalu. Di mana kita menemukan bahwa ternyata politik militer yang menjadi komitmen Jenderal Sudirman tidak berhenti. Gagasan politik tentara adalah politik negara diteruskan pada era berikutnya. Salah seorang di antaranya adalah seorang Feisal Tanjung Panglima ABRI 1993-1998 tokoh militer yang kita sebut di depan yaitu Panglima ABRI masa Orde Baru. Yaitu bagaimana mengaktualisasikan aspek kebangsaan melalui lintasan masa yang berubah.
Feisal Tanjung (1939-2013) seorang Jenderal yang berasal dari keluarga Muhammadiyah Tapanuli Utara itu mengemukakan gagasan dalam kaitan militer. Yaitu yang terbaik untuk rakyat terbaik untuk ABRI (Faisal Tanjung Biografi, Terbaik Bagi Rakyat Terbaik Bagi ABRI Usamah Hisyam, 1999, hal 32).
Ide wawasan kebangsaan ini dimaknai bahwa rakyat itu adalah Indonesia yang Islam mayoritasnya. Sementara ABRI unsur pertahanannya. Sehingga doktrin tersebut adalah wawasan untuk keutuhan Negara Kesatuan RepubIik Indonesia (NKRI). “Islam mitra sejati,” kata Feisal Tanjung dalam biografinya.
Intinya politik tentara adalah politik negara gagasan Jenderal Sudirman sejalan Jenderal Faisal Tanjung. Dalam perspektif pandangan agama Islam di mana ada ayat yang menegaskan agar mejadi umat terbaik.
Hendaklah kamu menjadi khaira ummah (umat terbaik) yang berbuat baik dan mejauhi mungkar dan beriman kepada Allah (Al Imran ayat 110).
Upaya atau gerakan untuk menjadi khaira ummah, adalah yang terbaik yang memberi jalan keluar, memberi manfaat, berkhidmat pada negara. Namun harus diiringi dengan beriman kepada Allah.
Penulis coba menyimpulkan bahwa sesungguhnya wawasan kebangsaan seperti berikut Islam berkemajuan adalah tantangan menjadi khaira ummah, umat terbaik kini menuju masa depan. Dengan landasan iman berbuat makruf melawan kemungkaran.
Dalam perspektif demikian Muhammadiyah bersyukur dapat menyumbangkan personel utamanya dengan figur Panglima Jenderal Besar Sudirman kita kenang. Figur yang terbaik berfungsi guidance star (bintang penerang) jalan pada estafet lintasan zaman untuk meraih kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Semoga!
Jakarta, 1 Agustus 2021
*) Dr Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com