Uklik.net – Jakarta, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menghadiri acara Sosialisasi Kredit Program Perumahan yang diselenggarakan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman bekerjasama dengan sejumlah bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan.
Kegiatan ini juga didukung oleh Realestat Indonesia (REI) dan berlangsung di Ballroom 1, Sheraton Grand Jakarta, pada Rabu (17/09/2025).
Dalam acara tersebut, hadir pula Dessy Ninef, Sekretaris DPD REI NTT, yang memaparkan berbagai tantangan dalam penyaluran program perumahan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Dessy, salah satu kendala utama di NTT adalah keterbatasan lahan murah yang berdampak langsung pada harga jual rumah.
Ia menyebutkan bahwa harga rumah FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di NTT saat ini berada di angka Rp185 juta, namun, belum dapat dipastikan apakah harga ini akan tetap atau naik ke depannya.
“Kalau sampai harga naik, tentu akan berdampak besar, apalagi material bangunan banyak yang harus didatangkan dari luar NTT, sehingga biayanya makin tinggi,” jelas Dessy.
Dessy juga mengungkapkan bahwa dari 20 calon debitur yang mengajukan kredit perumahan, hanya sekitar dua orang yang lolos seleksi.
Salah satu penyebabnya adalah keterlibatan masyarakat dalam pinjaman online (pinjol) yang mengganggu kelayakan mereka di mata perbankan.
“Kondisi ini bukan hanya terjadi di NTT, tapi hampir di semua daerah. Kami berharap ada perhatian khusus dari pemerintah, misalnya dengan memberikan kelonggaran bagi masyarakat yang hanya punya satu atau dua pinjaman agar tetap bisa mengakses pembiayaan rumah,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pelaksanaan program PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang sudah dibebaskan oleh pemerintah untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) namun untuk BPHTB belum sepenuhnya efektif di lapangan.
Meski PBG dinilai sudah berjalan baik, namun pelaksanaan BPHTB masih belum berjalan baik karena walau sudah digratiskan tapi terlalu banyak syarat dan ketentuan sehingga kesannya pemkot tidak sepenuh hati menggratiskan BPHTB.
“Banyak masyarakat yang memilih membayar sendiri daripada mengikuti program gratis karena prosesnya terlalu berbelit,” tambah Dessy.
Melalui sosialisasi ini, REI berharap pemerintah dapat terus memperbaiki kebijakan dan pelaksanaannya agar benar-benar menyentuh masyarakat di daerah, terutama di kawasan timur Indonesia seperti NTT.
“kami berharap semua program yang sudah dicanangkan pemerintah benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tutup Dessy. (FRT)