uklik.net – “ Ada yang menarik kita dan harus kita kupas, k,arena keduanya sedang menjadi euphoria. Saya istilahkan Pesta Demokrasi vs Pesta Pandemi, saya anggap penting karena terjadi dalam waktu yang bersamaan, kedua hal ini berjalan beriringan, akankah kita ini memenuhi rasa keadilan masyarakat, kedaulatan rakyat sementara masyarakat tengah menghadapi “ pesta pandemic “ mana yang harus menjadi skala prioritas untuk masyarkat ? “ pertanyaan tajam tersebut muncul dari Agung Witjaksono, SH, MM, M. Kesos, pemerhati masalah sosial politik.
Menurut mantan anggota DPRD Depok dua periode ini, semua hal bisa menjadi penting dan keharusan, tetapi pasti ada skala prioritas. Semua hal bisa menjadi penting tapi pasti ada yang paling mendesak. Semua hal bisa mencari pembenaran namun pasti ada hal kepatutan yang seyogyanya diutamakan dan masih banyak pertimbangan baik efisiensi dan efektifitas, keberpihakan kepada rakyat
“ Itulah segudang pertimbangan yang harus diambil sebelum membuat kebijakan publik yang berorientasi kepentingan masyarakat luas. Yang kita hadapi adalah dua hal yang bertolak belakang, yang satu merupakan hajat pesta demokrasi sedangkan satu yang lain malapetaka masyarakat. Kita dihadapkan pada keputusan apa yang kita akan jalankan. Akankah dua-duanya beriringan berjalan ataukah salah satu yang diprioritaskan. Bagaimana pemenuhan asas legalitas dan kepastian hukum, namun disisi lain ada asas kepatutan yang ada ditengah masyarakat,” kilahnya.
Menurut Agung Wtjaksono yang juga mantan Ketua salah satu Parpol di Kota Depok, kita harus menelaah terlebih dahulu, bagaimana penanganan pandemic covid saat ini, apakah telah mendapatkan hasil yang baik ataukah cenderung meningkat. Peningkatan ini tentunya menjadikan keprihatinan kita semua. Pencegahan dan pengobatan pandemic ini telah menyita perhatian, tenaga dan anggaran yang cukup besar dari pemerintah pusat dan daerah.
“ Banyak daerah yang justru trend pandemicnya naik seperti DKI Jakarta, Depok dan beberapa kota lain di Indonesia. JIka Pilkada dipaksakan , apakah terpikirkan bahwa kondisi ini akan mempengaruhi minat masyarakat berpartisipasi dalam Pilkada di wilayahnya ? Hal ini tentu akan menjadi penilaian masyarakat seberapa besar minat masyarakat untuk berpartisipasi terhadap Pilkada di wilayahnya. Jangankan memikirkan Pilkada, untuk survive dari permasalahan terkait pandemi saja susah. Dalam keadaan normal saja pemilih yang hadir ke TPS saja minim, apalagi dalam kondisi pandemic seperti ini,” ujarnya
Ia juga menyinggung hak suara masyarakat, bagaimana pelaksanaan pemenuhan hak bagi yang sedang sakit Covid, akankah petugas mendatangi pasien atau haknya dihapuskan? Apakah keamanan kesehatan masyarakat bisa terjamin. Bagaimana sterilisasi surat suara yang terkontaminasi covid 19
“ Apa yang dikhawatirkan pemerintah akan menjadi kluster baru covid 19 benar-benar bisa terwujud. Apakah Pilkada ini akan terus dipaksakan untuk direalisasikan? Kalau konsisten dengan sikap akan mendahulukan kesehatan, ya sebenarnya jawabannya sudah jelas. Dari semua kebutuhan untuk pencegahan dan pengobatan pandemic covid ini, muaranya adalah anggaran juga. Jadi pentingnya ketersediaan anggaran untuk menjawab hal ini. Dan anggaran yang ada bisa dikonsentrasikan untuk penangan Covid dulu serta menunda pelaksanaan Pilkada yang juga bakal menyedot dana,” tandasnya.
Agung menambahkan , Pilkada tak sekedar kesiapan KPU melaksanakan, tapi juga terkait validitas data pemilih agar tak ada yang menuding adanya kecurangan. Apakah ditengah pandemic ini telah dilakukan pemutakhiran data pemilih, setelah banyak korban dari pendemi yang tewas atau sedang diisolasi.
“ Perlu dipertimbangkan juga petugas Pemilu dan pejabat KPU/KPUD, Bawaslu/Bawasda, yang juga bisa terkena pandemic covid ini. Hal ini dapat mengurangi optimalisasi dari kinerja Petugas Pemilu, KPU/KPUD, Bawaslu/Bawasda. Hal ini akan berdampak pada kualitas hasil Pilkada. Untuk itu perlu dipertimbangkan secara seksama apakah pelaksanaan Pemilu ini dijalankan saat sekarag ataukah dimundurkan/ditunda, untuk minimal di tahun 2021. Dan perlu dipertimbangkan perpanjangan waktu bagi Petahana atau akan diangkat Plt (Pelaksana Tugas). Plt bisa dari Kemendagri atau dari Provinsi.
“ Bagi petahana yang mendapat “extend” masa jabatan selama 1 (satu) dan menjadi peserta kontestan Pemilu, apabila terpilih nantinya masa jabatan hanya menjadi 4 (empat) tahun. Sedangkan bagi kontestan Pemilu yang baru (new comer) masa jabatan nantinya bisa dipertimbangkan tetap utuh 5 (lima) tahun. Pemunduran Pilkada ini semata-mata agar Pemilu 2020/ Pilkada 2020 tetap menjadi Pesta Demokrasi dan bukan menjadi pesta malapetaka kluster baru Pamdemi,” ujarnya menutup pembicaraan. (toro).