uklik.net – Selama empat tahun terakhir, Kota Depok selalu menempati skor rendah dalam mempromosikan kebebasan beragama, toleransi dan layanan public.
Adanya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Religius di Kota Depok bisa memperburuk citra Kota Depok ke depan.
Coki Naipospos dari Setara Institute dalam webinar Kota Kita Ini Beragam, Bukan Seragam, Sabtu (20/11) mengatakan Raperda Religius tidak ada kaitannya dengan perbaikan perbaikan layanan public yang baik.
“Raperda Kota Religious sangat tidak dibutuhkan. Tidak berkorelasi dengan penyelenggara pelayanan publik, korupsi, keadilan. Kota punya perda macam itu, malah makin buruk pelayanan publiknya,”kata Coki.
Menurutnya, Perda Religius hanya mainan sekelompok elit untuk mendapat suara dalam ajang politik. Lagipula, apakah perlu negara masuk ke urusan privat seperti mengatur cara berpakaian orang per orang. “Banyak hal klise dan aneh setelah saya baca raperda ini, apa urusan negara atur cara orang berpakaian?”katanya.
Saat ini, jelasnya, ada 540 perda yang terinspirasi oleh agama mayoritas yang ada di berbagai daerah. Sebanyak 60 perda di antaranya langsung berimplikasi pada kebebasan beragama dan toleransi. Padahal masyarakat perkotaan itu sangat dinamis, beragam.
Ketua PCNU Kota Depok, Achmad Solechan, mengatakan Raperda Kota Religius di Kota Depok hanya upaya menipu syariah. Selama beberapa tahun terakhir, pembangunan di Kota Depok tidak berjalan. Tidak ada penambahan sekolah negeri baru, tidak ada tambahan jalan raya baru, tidak ada peningkatan layanan publik, tidak ada inovasi di lingkungan pemerintah kota.
“Bagaimana mau bilang Kota Religius, relijius apanya? Tingkat keamanan rendah, kekerasan terhadap anak tinggi, kaitan dengan aksi terror banyak di Depok,”kata Achmad Solechan.
Ia mengatakan relijius harus lebih dahulu ditunjukkan oleh Pemkot Depok dengan berlaku adil bagi semua pihak, memberi pelayanan public yang baik dan cepat. Namun, selama 10 tahun terakhir, malah terjadi kemunduran di Kota Depok. “Jadi ini sesungguhnya men-down grade Kota Depok. Itu menipu aja semua,”ujarnya.
Menurutnya, Raperda Kota Religius sudah pernah diusulkan tahun 2018 lalu, namun tidak disetujui oleh DPRD Kota Depok. Setahun kemudian, juga diusulkan kembali, tapi juga ditolak. Setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menang pemilu legislatif 2019, usulan ini diajukan lagi dan dimasukan dalam program legislasi. Artinya, tahun 2021 raperda ini akan dibahas tahun 2021.
Akademisi Universitas Indonesia (UI), Zuliansyah, mengatakan kualitas kebijakan public di Kota Depok masih sangat rendah. Nilai keamanahan berbagai kebijakan public Kota Depok hanya 62, B rendah. Tata kelola pemerintahan yang baik, juga tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. (syah)