uklik.net – Belakangan di sejumlah sekolah dan instansi pemerintah beredar amplop sumbangan PMI. Sekilas tak jadi masalah, PMI memang butuh dana dan sumbangan masyarakat. Namun dibalik itu semua bagi kepala sekolah, pegawai TU atau pihak lain dari instansi yang ‘ketitipan amplop ‘ untuk diedarkan , rawan ‘bencana’. Barangkali kita ingat beberapa tahun lalu ada Kasie di salah satu kelurahan kena OTT hanya lantaran ada warga yang merasa berterimakasih telah dibantu pelayanan ingin menanyakan berapa ia harus membayar. Oleh yang bersangkutan dijawab tak usah, namun jika ingin menyumbang bisa membeli kupon PMI . Sang warga tak mau repot dia meninggalkan selembar uang, tanpa meminta kuponnya. Akibatnya sungguh fatal saat petugas tersebut merasa risih ada uang di mejanya dan memasukkan ke laci dia kena OTT. Dicokok bak penjahat di bawah todongan senjata dan diproses hukum.
“ PMI harusnya lebih bijak dan tidak menimbulkan permasalahan baru dengan amplop kosongnya.
Cara mencari sumbangan seperti itu lewat sekolah-sekolah , kelurahan ataupun instansi lain bisa memancing niat negatif karena tak ada yang tahu jumlahnya dan juga tak pasti berapa orang yang mengembalikan amplopnya. Ada sekolah yang menyuruh siswa menyumbang minimal Rp 5000 ada yang seikhlasnya. Begitu pula di instansi atau kelurahan, kalaupun petugas jujur belum tentu tak
kena masalah karena terkadang warga yang kurang faham malas untuk memasukkan uang ke dalam amplop dan memilih meninggalkan uang begitu saja,” ujar Didi Kurniawan, pemerhati sosial masyarakat.
“ PMI harusnya mensosialisasikan dulu ke masyarakat sebelum mengedarkan amplop sumbangan. Jadi ada kejelasan atau transparansi sumbangan tersebut untuk apa saja pemanfaatannya. Terlebih lagi harusnya ada laporan pemasukan dan pengeluarannya secara berkala entah tiga bulan sekali misalnya “ imbuhnya.
“ Masukan lain , ada kerjasama dengan pihak sekolah. Dari sekian amplop yang disetorkan pihak
sekolah mendapatkan prosentase untuk disumbangkan bagi anak yatim / kurang mampu yang
terdaftar di sekolah tersebut, entah untuk transport atau subsidi pendidikannya Jadi siswa yang
memberikan sumbangan lebih bersemangat karena bisa membantu temannya,” usul Didi menutup
pembicaraan. (dian)