uklik.net – Menerima bantuan itu, tidak selamanya menyenangkan. Bagi beberapa orang, hal itu dianggap tidak perlu dilanggengkan. Kalau bisa ‘naik status’ menjadi sang pemberi. Hal ini dilakoni oleh salah seorang dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Mintarsih, warga Kampung Lewengkawung, Desa Mekarmulya, Kecamatan Jambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Perempuan paruh baya ini telah menjadi peserta PKH sejak tahun 2018.
Mintarsih menceritakan kisah awal menjadi penerima bantuan bersyarat dari Pemerintah. Dia mengaku, menerima Rp 900 Ribu setiap bantuan cair yang dirasakan manfaatnya.
“Uang bantuan PKH cair tiga bulan sekali. Lumayan ya buat kebutuhan anak saya yang balita dan anak saya yang SD,” kata Mintarsih saat bersama anak keduanya di kantor desa setempat.
Dia melanjutkan, sejak saat itu uang bantuan PKH yang rutin diterimanya, ia pergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kebutuhan sekolah kedua anaknya.
Mintarsih pun mengaku, menggantungkan kebutuhan hidup sehari-hari dari bantuan PKH karena dirinya tidak bekerja. Sedangkan suaminya bekerja serabutan sebagai tukang bangunan yang mendapat upah Rp 50 Ribu per hari.
Atas pengalaman hidup yang dijalaninya, sampailah cerita dimana Mintarsih memiliki perasaan ingin segera keluar dari keanggotaan PKH. Dengan mata berkaca-kaca, Mintarsih menceritakan bahwa, di tahun 2021 menjadi tonggak dimana Mintarsih memantapkan dirinya ingin mandiri. Tak lagi menggantungkan hidup dari bantuan bersyarat Pemerintah.
“Saya tidak mau terus-menerus menerima bantuan. Suatu saat saya juga harus jadi tangan yang di atas, memberikan bantuan,” ucap perempuan 37 tahun ini dengan tegas.
Lanjut cerita, mengenang awal mula Mintarsih membangun usaha menjual salah satu produk perkakas dapur. Dengan mata yang berkaca-kaca, tanpa disadari secara perlahan dirinya menitikkan air mata.
Sejenak Mintarsih berhenti bercerita. Ia menghusap pipinya yang mulai basah dengan menggunakan kerudung hitam yang dikenakannya di kepala. Matanya menerawang saat dirinya mengingat usahanya pada tahun 2018 silam yang menjadi reseller produk perkakas dapur.
“Di tahun 2018 itu, uang bantuan yang saya terima, saya pakai untuk jualan tupperware. Ternyata tidak mencukupi,” imbuhnya. Kalimat terakhir ia gantung. Sambil jemari tangannya dikatupkan, pertanda dirinya bersiap akan melanjutkan cerita selanjutnya.
“Setiap kali bantuan turun, saya putar untuk modal usaha ini. Untungnya sedikit-sedikit bisa buat jajan anak,” ungkap ibu dua anak ini dengan raut wajah yang sedikit demi sedikit kembali ceria. Dengan melanjutkan cerita saat dirinya bertekad membangun usaha lebih baik dari modal bantuan PKH.
“Sampai akhirnya ketemu bisnis MLM (Multi Level Marketing) salah satu produk kesehatan yang saya geluti sampai sekarang ini,” tuturnya.
Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Mintarsih konsisten melakukan penjualan produk MLM yang ia ikuti, serta mengajak anggota lain. Dari situlah berawal keuntungan dari usahanya dimulai.
“Mulai gabung di bulan September 2019. Jualan terus jalan, bonus nambah terus. Setelah berjalan hampir setahun, pendapatan saya mulai bertambah. Saya memutuskan keluar dari PKH, sekarang omset saya bisa mencapai Rp 30 juta per bulan. Semua cita-cita yang saya impikan mulai tercapai,” katanya sambil menggandeng putri keduanya yang duduk di sampingnya.
“Saya sekarang, mengenalkan usaha saya ini ke teman-teman lainnya penerima PKH agar bisa keluar dari peserta PKH seperti saya ini,” sambungnya.
Dia mengaku, Pendamping PKH yang membawahinya telah menyarankan untuk segera graduasi atau lulus dari kepesertaan PKH di tahun 2020.
“Dari awal, Pendamping bilang bahwa, suatu saat kita harus mandiri,” jelas perempuan yang pernah bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri ini.
Rupanya, tekad Mintarsih untuk mandiri, tak lepas dari dukungan Pendamping Sosial PKH. Adalah Kiki Sudawartini yang mendampingi Mintarsih sejak awal menerima program hingga dinyatakan graduasi.
Kiki mengaku bahwa, Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) berperan dalam mendukung KPM PKH untuk graduasi. Terlebih salah satu KPM dampingannya yakni, Mintarsih, telah berhasil graduasi.
P2K2 dilakukan sekali dalam sebulan. Bagi Kiki, mengumpulkan KPM dalam satu kelompok adalah momen dirinya dapat ‘mendoktrin’ KPM agar bisa mandiri.
“Setiap kali P2K2, saya selalu menegaskan ke para ibu-ibu KPM agar tidak terus-menerus menggantungkan hidup dari bantuan Pemerintah seperti Ibu Mintarsih yang telah menyatakan mundur pada bulan Desember 2020 dan secara resmi keluar dari kepesertaan PKH di bulan Januari 2021,” ungkap perempuan berkerudung ini.
Kiki berharap supaya kita berpikir bahwa, tidak mungkin selamanya tangan kita di bawah yang terus menerima bantuan. Suatu saat kita harus berubah, menjadi ‘tangan di atas’. (jim)
SUMBER : BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT KEMENTERIAN SOSIAL RI