uklik.net – JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) resmi melantik pengurus Perempuan Demokrat Republik Indonesia yang dinahkodai Siti Nur Azizah, di Auditorium Yudhoyono, kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta, Senin, 23 Januari 2023.
Sebagai ketua umum PDRI, Putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengusung berbagai program untuk lebih memberdayakan perempuan Indonesia dan memenangkan Partai Demokrat pada Pemilu 2024 mendatang.
“Sebagaimana kasih Ibu kepada beta, yang tak terhingga sepanjang masa, di bawah kepemimpinan yang akan saya jalani, PDRI bertekad mewujudkan gagasan Perempuan Berdaya di Era Digital,” ujar Azizah saat menyampaikan sambutan saat pelantikan tersebut.
Azizah yang rela meninggalkan posisi nyamannya sebagai apartur sipil negara (ASN) di Kementerian Agama beberapa tahun yang lalu untuk terjun ke dunia politik memiliki alasan yang tegas. Dirinya ingin memperjuangkan harkat dan derajat kaum perempuan melalui jalur politik.
Sehingga melalui PDRI, Azizah bertekad mendorong partisipasi aktif kaum perempuan di kancah politik sebagai ikhtiar untuk menatap masa depan yang lebih cerah.
“PDRI mengusung konsep politik pemberdayaan, sebagai antitesa dari politik pelemahan. Sebab politik pemberdayaan lebih dekat dengan Demokrat, sedangkan politik pelemahan lebih dekat dengan kaum oligarki,” tegasnya.
Dia menerangkan, konsep berdaya dapat diterjemahkan sebagai sebuah modal bagi kemajuan perempuan Indonesia. “Apa itu berdaya? Berdaya adalah konsep tentang berani, berbeda, lalu berjaya. Kalau perempuan Demokrat berani, dan mampu tampil berbeda, dijamin dia akan berjaya dalam memberikan kontribusi bagi masa depan diri, partai, dan negaranya,” terangnya yang disambut riuh tepuk tangan peserta, tak terkecuali AHY.
PDRI Digital
Selain itu, penulis buku Towards Halal ini juga melakukan terobosan dengan meluncurkan aplikasi PDRI Digital.
Menurut Azizah, karena PDRI saat ini hidup di era digital, maka konsep berdaya juga harus dimanifestasikan secara digital. Maka peluncuran PDRI Digital bisa dimaknai sebagai simbol kebangkitan politik perempuan Indonesia.
“Platform digital ini masih terus dikembangkan, terus diujicobakan sebagai pembelajaran, sehingga diharapkan akan mampu menangkap semangat jaman. Dalam platform tersebut menu yang paling penting adalah pemenangan politik, baik legislatif maupun eksekutif. Dengan cara ini, suara dan kinerja perempuan demokrat tidak bisa disepelekan dalam mendukung kemenangan partai di tahun 2024,” jelasnya.
Aplikasi PDRI Digital memudahkan para calon legislatif perempuan Partai Demokrat memprediksi seberapa besar suara yang akan didapat dalam pemilu, dari mana saja mendapatkan suara, mengetahui kelemahan jaringan, juga meningkatkan efektifitas kerja tim relawan.
“PDRI Digital membantu kita mengetahui berapa perolehan suara kita sesungguhnya di hari H pemilu, bahkan bagaimana dokumen pemilu kita tetap aman sebagai bukti gugatan bila kita dicurangi, dan bagaimana tabulasi suara kita dibandingkan calon lain yang potensial di dapil kita,” katanya.
Sehingga dengan cara demikian, lanjutnya, para caleg perempuan Partai Demokrat, tidak akan lagi bekerja secara politik dalam kegelapan malam hari tanpa bintang. “PDRI membawa bintang kecil di langit yang biru sebagai penunjuk arah, sehingga para pejalan politik tidak tersesat di laut lepas yang begitu ganas,” tegasnya lagi.
Memaknai Simbol S14P Partai Demokrat
Partai Demokrat yang mendapatkan nomor urut 14 pada Pemilu 2024 dengan icon kata S14P (huruf I dan A diganti angka 14) menjadi strategi komunikasi agar publik mudah mengingat dan mengenali.
PDRI pun, kata Azizah, akan mewujudkan jargon S14P tersebut melalui aplikasi PDRI Digital yang diterjemahkan menjadi kosa kata pemenangan yakni S sebagai Simpul, 14 adalah jumlah relawan minimal dalam setiap unit RW, dan P adalah perempuan.
“Sehingga kalau PDRI menyatakan S14P, itu artinya PDRI memiliki jaringan 14 orang relawan di setiap unit RW,” katanya.
“PDRI berharap bisa turut serta secara signifikan dalam mendukung terpenuhinya kuota 30 persen perempuan. Bukan saja sebagai calon anggota legislatif, namun juga kelak sebagai anggota legislatif penghuni parlemen. Sebab hanya dengan cara itu kita bisa membela hak kaum perempuan di Indonesia yang tertindas, dan memajukan partisipasi perempuan di tingkat daerah, nasional, bahkan internasional,” pungkasnya. (*)