uklik.net – Beredarnya narasi tentang Adian Napitupulu dan Aktivis 98 yang meminta jabatan kursi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) disampaikan secara terbuka dalam diskusi Virtual ‘Bincang Santai Bersama Adian Napitupulu’ di YouTube, Kamis (23/7/2020). Menurutnya, dirinya tak pernah meminta jabatan tersebut. Malah, dikatakan Adian, justru sebaliknya. Presiden Joko Widodo lah yang meminta dirinya untuk menyerahkan nama-nama relawan, partai politik maupun Aktivis 98 yang pantas menjadi komisaris di BUMN. Dalam hal ini, dirinya tak pernah mengaku tak pernah mengajukan nama komisaris ke Erick Thohir. Dirinya hanya mengajukan nama komisaris ke Presiden Jokowi. Hal ini pun karena diminta oleh Jokowi.
“Saya tidak memberikan ke Dia. Saya memberikan ke Presiden. Kenapa? Sebab, diminta. Saya memberikan ke Mensesneg, kenapa? Sebab diminta,” ujarnya.
Adian menjelaskan, Presiden Jokowi meminta sejumlah nama untuk menjabat kursi Komisaris BUMN. Hal itu, kata Adian disampaikan dalam pertemuan pada 2018-2018 lalu. Ada tiga pertemuan antara Presiden Jokowi dengan para Aktivis 98, Adian pun turut berhadir.
Pertemuan terakhir, yakni 16 Juni 2019, Adian dan Aktivis 98 lainnya mengungkapkan bahwa perjuangan Jokowi usai memenangkan Pilpres 2019 akan banyak tantangan. Mereka pun bertanya, apa yang bisa dilakukan untuk Jokowi?
Menurut Adian, kala itu Jokowi meminta Aktivis 98 membantu dirinya. Ada banyak pilihan yang dapat diisi mulai menjadi menteri, duta besar, hingga menduduki jabatan direksi maupun komisaris BUMN. “Ada pidato terbuka juga di Hotel Sahid Jaya tentang kesempatan teman-teman 98 jadi menteri, duta besar, atau komisaris BUMN, dan itu bisa dicek di berita-berita YouTube, seperti Channel Kompas TV. Kita nggak minta, kita diminta dan ditawarkan. Kalau mau (kata Jokowi), serahkan nama-namanya ke Mensesneg),” kata Adian.
Usai pertemuan 16 Juni 2020, tak ada lagi pembahasan antara Jokowi dan Asian tentang posisi kosong tersebut. Adian mengaku hanya bertemu dengan Jokowi saat pelantikan Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia untuk kedua kalinya 20 Oktober 2019 lalu. “Tiba-tiba 30 Oktober Saya dapat WhatsApp dari Istana, meminta Long List (daftar panjang) untuk komisaris dan Dubes. 2-3 hari Saya antar (berikan nama-nama) itu. Nah, Saya nggak mau seolah-olah kita meminta, tapi diminta,” ucapnya.
Nama-nama itu, dikatakan Adian, bukan dipilih sembarangan. Namun, tetap memertimbangkan syarat standar, mulai riwayat akademisi dan kemampuan lainnya. Dia percaya, nama-nama tersebut dapat diandalkan. Selain itu, menurut Adian, Jokwk meminta nama-nama tersebut berasal dari perwakilan setiap daerah untuk mengisi kursi komisaris BUMN dengan alasan harus ada perwakilan putra daerah dimana BUMN tersebut beroperasi.
Hal itu juga pernah diminta Jokowi ke Adian usai terpilih menjadi Presiden RI periode pertama (2014) lalu. Ada 12-13 propinsi yang tersebar. Sebab selama ini, menurut Adian, yang terjadi adalah bisnis perusahaanya dilakukan di daerah, tetapi kantornya di Jakarta, begitu pun komisarisnya. “Kenapa ini penting? Andai ada 2.000 komisaris tapi semua tinggal di Jakarta, kalau tiap komisaris rapat 4 kali dalam sebulan biayanya Rp20 juta per orang dikalikan 2.000? Rp40 Miliar per bulan. Jadi ini bagaimana agar hemat anggaran,” kata Adian.