uklik net – RK, Anggota DPRD Depok, RK mengklarifikasi dugaan kasus rekayasa pencabulan yang menyangkut namanya. Meniurut RK dan pengacaranya seharusnya kasus tersebut sudah selesai dengan adanya perdamaian.
” Pada 26 September 2024 telah terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor. Perdamaian tersebut melibatkan pencabutan laporan polisi, berita acara pemeriksaan, dan kompensasi yang telah diterima oleh pelapor,” ujarnya.
RK pun mengeluhkan kasus ini kembali mencuat karena desakan pihak ketiga dengan kepentingan tertentu. Menurut pengacaranya perdamaian sebelumnya seharusnya menghentikan proses hukum.
Keluhan RK ini ditanggapi oleh DR (c) Andi Tatang, S.H , M.H, akademisi dan praktisi hukum. Menurutnya jika seseorang yang dinyatakan sebagai tersangka keberatan atas penetapannya dengan alasan terdapat dugaan manipulasi atau rekayasa, maka pihak yang bersangkutan dapat melakukan upaya hukum Praperadilan.
“Namun Praperadilan tidak menyediakan ruang bagi penghentian penegakan hukum atas peristiwa tindak pidana yang diselesaikan dengan jalur perdamaian,” tegas Andi
Sejatinya dalam proses penegakan hukum terdapat penyelidikan untuk mencari ada tidaknya tindak pidana, kemudian dilanjutkan dengan proses penyidikan,
” Artinya dalam proses penyidikan, penyidik mencari alat bukti untuk membuat terang dan jelas peristiwa pidana sekaligus menemukan dan juga menentukan tersangka nya. Di mana berdasarkan Pasal 1 angka 14 menyatakan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa/tersangka. Sebelum menentukan tersangka setidaknya harus ada dua alat bukti,” papar Andi.
Andi juga mengungkapkan penyelesaian dengan berdamai hanya dapat dilakukan terhadap perkara pidana ringan atau tertentu, itu tertuang di Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“ Jadi tidak dapat diberlakukan untuk tindak pidana berat atau tindak pidana khusus termasuk pencabulan terhadap anak,” ujarnya.
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, menegaskan pada Pasal 5 huruf a dan b menyatakan syarat materil dilakukannya keadilan restoratif yaitu tidak menimbulkan keresahan dan atau penolakan dari masyarakat atau tidak berdampak konflik sosial.
“Pencabulan terhadap anak dikategorikan sebagai tindak pidana kesusilaan yang meresahkan masyarakat dan berdampak pada konflik sosial. Artinya jenis tindak pidana kesusilaan ini tidak dapat dilakukan Restorative Justice,” ungkap Andi.
Tak hanya menyoal kasus dan upaya perdamaian antara RK dan korban , Andi Tatang juga menyoroti pemberitaan media terkait kasus ini. Andi menyesalkan pencantuman nama jelas korban, juga asal sekolahnya di beberapa media massa.
” Ini sangat merugikan bagi si korban, harusnya idenitasnya dilindungi demi keamanan dan kenyamanan korban dan melanggar kode etik jurnalistik juga,” pungkasnya ( d’toro )