uklik.net – Denpasar Bali – Berkali kali berkunjung di Pulau Dewata , dan telah mengunjungi banyak destinasi yang ada di Bali , kali ini para awak media di Kabupaten Sragen menyempatkan diri berkunjung untuk berziarah di Makam Raden Ayu Siti Khotijah di Kota Denpasar Bali. Kunjungan wisata religi ini berlangsung pada Sabtu 21 September 2024 pukul 13.00 WITA.
Rombongan dipimpin langsung Kepala Dinas Diskominfo Sragen, Catur Sarjanto. Ikut serta juga Sekretaris Dinas Diskominfo Sragen Budi Yuwono dan Kabid PPID Yudhi Tamtomo serta 13 wartawan yang biasa meliput di Kabupaten Sragen.
Wisata ziarah ini dipilih karena , terinspirasi dari cerita cerita yang muncul dengan keberadaan Raden Ayu Siti Khotijah.
Menurut Catur Sarjanto , ada hal yang perlu dipahami dan diteladani dari sosok Raden Ayu Siti Khotijah yaitu keistiqomahan dalam meyakini agamanya. ” Ini sebuah keunikan yang menarik perhatian kita,” ujar Catur Sarjanto.
Saat berada dimakam , beberapa wartawan tampak masuk dan berdoa didekat makam. Penjelasan tentang keberadaan makam ini disampaikan oleh tour guide Made Dwija Antara.
Salah satu wartawan senior Sragen Anindito Adi Nugroho menyebut agenda ziarah ini sangat bermakna bagi generasi saat ini.
” Jadi sejak dulu memang ada seorang anak raja yang bhakti pada ayahandanya. Putri raja yang teguh dalam keyakinannya dan dibunuh karena salah persepsinya para bala tentara kerajaan,” tandas Anindito wartawan senior yang lama menjadi jurnalis Koran Suara Merdeka dan sekarang bergabung di Media online Suara Baru.
Sesuai dengan literatur yang dikeluarkan oleh Pihak Pemkot Denpasar, Raden Ayu Siti Khotijah, yang punya nama asli Gusti Ayu Made Rai atau disebut juga dengan Raden Ayu Pemecutan ini adalah seorang putri dari Raja Pemecutan. Namun tidak jelas dari Raja Pemecutan yang mana.
Cerita awal sang Raden Ayu Pemecutan, seperti cerita legenda putri-putri keraton di seluruh nusantara. Sang putri terkenal cantik dan disayang hingga menjadi kembang kerajaan. Tak sedikit para pembesar kerajaan di Bali yang ingin meminang sang putri. Namun musibah datang, sang putri mengidap penyakit kuning. Raja Pemecutan berusaha untuk menyembuhkan sang anak kesayangan, namun tak berhasil menyembuhkan sang putri. Hingga Raja Pemecutan membuat sebuah sayembara yang bisa menyembuhkan penyakit sang putri, jika perempuan akan diangkat jadi anak raja dan jika laki-laki akan di kawinkan dengan Raden Ayu Pemecutan.
Sakitnya berhasil disembuhkan Cakraningrat IV , Setelah sang putri sembuh, lalu Raden Ayu Pemecutan dan Cakraningrat IV dikawinkan. Tentunya dalam perkawinan muslim, keduanya harus beragama Islam, Raden Ayu Pemecutan pun jadi mualaf dan bergelar Raden Ayu Siti Khotijah. Sang putri lalu di boyong ke Madura oleh Cakraningrat IV.
Suatu saat Siti Khotijah ingin menengok tempat kelahiran , namun diketahui oleh patih kerajaan dia sudah menjadi mualaf.
Mendengar laporan Ki Patih tersebut, Sang Raja menjadi murka. Ki Patih diperintahkan kemudian untuk membunuh Raden Ayu Siti Khotijah. Raden Ayu Siti Khotijah dibawa ke kuburan areal pemakaman yang luasnya 9 Ha. Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya “aku sudah punya firasat sebelumnya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja, maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa aku ketika itu sedang sholat atau sembahyang menurut kepercayaan Islam, tidak ada maksud jahat apalagi ngeleak.” Demikian kata Siti Khotijah.
Raden Ayu berpesan kepada Sang patih “jangan aku dibunuh dengan menggunakan senjata tajam, karena senjata tajam tak akan membunuhku. Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde yang diikat dengan daun sirih serta dililitkan dengan benang tiga warna, merah, putih dan hitam (Tri Datu), tusukkan ke dadaku. Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat”.
Sang raja menjadi sangat menyesal dengan keputusan belia . Jenasah Raden Ayu dimakamkan di tempat tersebut serta dibuatkan tempat suci yang disebut kramat, sesuai dengan permintaan beliau menjelang dibunuh. (( Tim Jurnalis uklik.net – Safrudin ))