uklik.net – Pembelian lahan untuk pembangunan SMP Negeri di Kelurahan Curug, Cimanggis, Kota Depok menuai kontroversi. Anggaran sebesar Rp15 miliar yang dikeluarkan Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkin) kini dipertanyakan keabsahannya. Dugaan markup harga yang signifikan telah memicu reaksi keras dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Garuda Nusantara (GARNUS) Kota Depok.
Tidak tinggal diam, GARNUS berencana menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran minggu depan di depan kantor Disrumkin Depok. Ketua GARNUS, Haris Fadillah, dengan lantang menyampaikan bahwa uang rakyat tidak boleh dijadikan ladang keuntungan oleh oknum tertentu.
“Ini tak bisa dibiarkan. Uang rakyat diduga menjadi bancakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pembelian lahan di Curug Cimanggis ini sangat mencurigakan adanya praktik markup yang merugikan,” ujar Haris tegas , Selasa (14/1/2025).
Kondisi Lahan Dinilai Tidak Layak
Haris mengungkapkan bahwa kondisi lahan yang dibeli sangat tidak memenuhi syarat sebagai lokasi sekolah. Lahan seluas 4.000 meter persegi yang terletak di belakang PT Ebara, Pekapuran, Curug, Cimanggis, disebutnya berupa rawa-rawa dengan akses jalan yang sempit dan sulit dijangkau.
“Lahan ini sama sekali tidak cocok untuk dibangun sekolah. Bentuknya rawa-rawa, dan kalau mau dibangun, butuh pengurukan besar-besaran. Bahkan, lebih cocok dijadikan tempat memelihara ikan lele daripada untuk fasilitas pendidikan,” ujar Haris dengan nada sindiran tajam.
Haris menambahkan bahwa harga pasar tanah tersebut diperkirakan jauh lebih rendah dari anggaran yang dikeluarkan. “Kalau benar harga tanah itu Rp15 miliar, maka markup-nya bisa lebih dari 300 persen. Ini sangat tidak masuk akal,” paparnya.
Dugaan Markup Rp15 Miliar Picu Kegeraman Publik
Pengadaan lahan oleh Pemerintah Kota Depok ini memicu keresahan publik. Lahan tersebut, selain berbentuk rawa, juga disebut membutuhkan biaya tambahan yang besar untuk pengerjaan awal pembangunan. Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan besar dari proyek tersebut.
“Kami menduga ada permainan di balik pembelian lahan ini. Uang rakyat tidak boleh dipermainkan seperti ini,” tambah Haris.
Aksi GARNUS: Tekan Transparansi Pemerintah
Sebagai langkah protes, GARNUS akan mengerahkan 1.000 anggotanya dalam aksi unjuk rasa di depan kantor Disrumkin Depok. Mereka menuntut transparansi dan audit independen terhadap proses pengadaan lahan tersebut.
“Kalau kasus seperti ini dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi penggunaan anggaran publik ke depannya. GARNUS tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal hingga kasus ini terungkap tuntas,” tegas Haris.
Harapan untuk Perubahan
Aksi ini diharapkan dapat memberikan tekanan kepada Pemerintah Kota Depok untuk membuka semua dokumen terkait pengadaan lahan, termasuk appraisal harga lahan dan pihak-pihak yang terlibat. GARNUS juga mengajak seluruh masyarakat Depok untuk bersikap kritis terhadap penggunaan anggaran publik dan mengawasi proyek-proyek pemerintah.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi transparansi Pemerintah Kota Depok. Apakah mereka mampu menjawab pertanyaan publik tentang penggunaan anggaran Rp15 miliar ini? Atau justru kasus ini akan menambah daftar panjang persoalan tata kelola yang belum terselesaikan? (san)