uklik.net – Sarah menghapus keringat yang mengalir membasahi seluruh dahi dan wajahnya, juga termasuk baju kaos yang dikenakannya. Kembali dimasukkanya handuk kecilnya ke dalam tas pinggang merahnya. Kemudian Sarah mulai bekerja mengumpulkan ranting-ranting dan dahan pepohonan yang tadi sudah ditebanginya, lalu mengikatnya dengan tali kemudian mulai menumpuknya di salah satu sudut di dalam pondok mungil di ladangnya.
Sarah adalah seorang perempuan kelahiran ibukota Jakarta, setelah selesai kuliah, lalu bekerja dan sejak menikah dengan suaminya yang WNA, Sarah tinggal di negara sang suami. Sarah bekerja sebagai wanita karir disana, menduduki posisi yang baik, bekerja di sebuah kantor yang bergerak di bidang perlindungan hukum untuk perempuan dan anak-anak, bekerja dengan sangat baik dan memiliki reputasi kerja yang juga baik.
Sarah memiliki sepasang putra dan putri buah dari pernikahannya dengan suaminya yang orang asing itu. Hanya saja perjalanan rumah tangganya tidaklah semulus kariernya. Hampir menginjak tahun ke duapuluh pernikahan, sayangnya.. bahtera rumah tangga yang dibinanya hancur karena perselingkuhan yang kerap oleh suaminya.
Belasan tahun lamanya Sarah mencoba tetap berjuang dan bertahan, mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Namun, pada akhirnya, Sarah memilih untuk mengalah dan pergi. Diakhir prahara yang melanda rumah tangganya Sarah memutuskan untuk mengalah, dan memilih pulang kembali ke Indonesia dengan membawa kedua buah hatinya.
Sarah memilih untuk tinggal di wilayah pedesaan, dia memiliki beberapa lahan sebagai asetnya di wilayah tersebut.
Sarah yang berperawakan mirip bule yang berkulit putih bersih kemerahan, rambut kecoklatan, bermata coklat hazel muda, tentu saja kehadirannya langsung menjadi pusat perhatian dari masyarakat setempat.
Sarah menjadi bahan perbincangan, apalagi karena statusnya janda, terlebih janda cerai, tentu saja banyak yang memperhatikannya, yang mengaguminya, bahkan jatuh hati padanya, namun juga tidak sedikit yang berusaha mencari perhatiannya, atau bahkan berusaha mendapatkannya.
Selain itu juga ada banyak juga yang menghujatnya habis-habisan, bahkan tidak sedikit yang membencinya. Terlebih bagi mereka yang merasa tersaingi oleh kedatangan Sarah.
Ya, Sarah sangat menyadari itu, tapi semua itu tidak akan dapat membuatnya lemah.
“Mommy.. mommy..” terdengar suara di kejauhan yang memanggilnya, ternyata itu suara Grace putri semata wayangnya memanggil dari kejauhan, dengan langkah setengah berlari-lari kecil mendekat, nafasnya terdengar sangat memburu.
“Aiihh.. anak Mommy kenapa sampai lari-lari, nanti bisa jatuh lho..” ujar Sarah sambil segera merentangkan kedua belah lengannya hendak memeluk putrinya.
“Ah, aku nggak mau dipeluk sama Mommy..” ujar Grace dengan wajah cemberut, seraya melangkah menjauh dari ibunya.
“Why ?”
“I’m so angry with you, Mommy…!” ujarnya sambil membesarkan kedua matanya.
“Why did you got so angry with me, honey…”
“Uuhh sebeeell..!!” dengus Grace jengkel seraya meletakkan tas ranselnya di dekat kakinya, lalu kedua telapak tangannya diselipkan di kedua ketiaknya.
“Mommy bawa kunci rumah, aku nggak bisa masuk ke rumah, harus lari kesini cari Mommy.. I’m so tired Mom..” sambil tetap merajuk. Wajahnya memerah penuh peluh, keringat dan emosi.
“Don’t hug me, Mommy.. I’m still angry with you” sergahnya.
“Sorry Honey, Mommy nggak sengaja.., Mommy lupa..”
diacak-acaknya pucuk kepala putri bungsunya dengan gemas.
“Sana masuk ke dalam dulu sana, disitu panas sekali.. sana kamu minum dulu.. kamu pasti haus sekali, iya kan ?” ujar Sarah menyuruh Grace untuk masuk ke dalam pondok dan untuk minum dulu, menghilangkan rasa haus. Sarah juga bergegas menyusul masuk ke dalam pondoknya seraya menenteng tas ranselnya juga tas ransel kesayangan putrinya untuk masuk ke dalam pondok mungilnya.
Sarah meraih tas ransel kesayangannya, lalu mulai mengeluarkan sebuah tumbler besar berisi minuman, dan beberapa kotak makanan, berisi nasi dan lauk pauk, dan juga sekotak cemilan berisi buah dan beberapa potong brownies sisa semalam.
Melihat itu Grace mulai tersenyum ceria kembali.
“Eaaah aku mauuu.. mommy kok tau kalo aku haus dan lapar sekaliiii” ujar Grace seraya menunjuk ke perutnya dengan mimik lucu. Sangat menggemaskan sekali anak gadis Sarah ini.
Grace meneguk air dari tumbler lalu mulai melahap nasi dengan lauk pauknya. Tadi Sarah memasak gulai jantung pisang, dan ayam goreng. Grace makan dengan lahap hingga keringat bercucuran. Sarah tertawa terkekeh-kekeh melihatnya.
“Makannya perlahan-lahan aja say, jangan tergesa-gesa, nanti bisa tersedak lho..” kata Sarah mengingatkan putrinya, yang hanya disahuti dengan anggukan kepala saja. Sarah menuangkan kembali air minum di tutup tumbler sebagai pengganti gelas, dan meletakkannya di hadapan Grace.
Sarah melangkah keluar pondok, wajahnya tiba-tiba berubah sedih.
Ya, dia merasa sangat sedih, tak tega rasanya melihat putri kesayangannya terpaksa hidup seadanya, setelah dirinya berpisah dengan suaminya Tommy. Tak terasa setetes demi setetes airmata mengalir di pipinya. Segera dihapusnya airmata, Sarah tak ingin putrinya melihatnya berlinang airmata,
“Tidak ! anakku tak boleh melihat airmataku, tak boleh melihat aku terpuruk ataupun bersedih.” gumam Sarah dengan suara perlahan, seakan hendak memberi kekuatan kepada dirinya sendiri.
Lalu tak lama kemudian Sarah kembali bekerja menggunakan parangnya, kembali menebang dahan dan ranting-ranting yang menjulur liar kesana-kemari.
Menyibukkan diri adalah salah satu cara Sarah untuk mengendalikan emosi, serta tak lupa mengontrol diri dan juga pemikirannya. Dia tak ingin kelihatan sangat terpuruk dan terhanyut lebih dalam lagi dalam situasi tersebut. Dia sadar bahwa dia harus bangkit, Sarah sadar sekali bahwa di bahu dan pundaknya ada tanggungjawab yang harus dijalaninya. Masih ada kedua anaknya yang harus dibimbing dan dibiayai, dan itu sangatlah tidak mudah. Meskipun dijalani dengan sekian banyak tantangan, segala macam hujatan, termasuk gejolak naik-turun moodnya, serta jutaan airmata yang tertumpah.
Tak terasa sudah banyak dahan-dahan dan ranting-ranting yang sudah terkumpul. Sarah dengan sigap mengikatnya menjadi beberapa ikatan, lalu mulai membawanya satu persatu ke dalam pondok kemudian meletakkannya di salah satu sudut pondok mungilnya itu.
Sarah dengan segera merogoh setiap kantong pada jaket dan juga pada celana panjang yang dikenakannya, mencari-cari di setiap kantong, dan akhirnya bernafas lega karena telah menemukan yang dicarinya sejak tadi, Sarah lalu mengeluarkan kunci rumahnya kepada arah putrinya..
“Ah.. Aku nanti aja pulangnya barengan aja sama Mommy sekalian aja.. sekarang aku kan masih capek banget lah Mom..” katanya merajuk-rajuk manja, dengan memasang wajah cemberutnya.
Sarah hanya tersenyum melihat tingkah laku putri semata wayangnya itu. Dipeluknya anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang.
Segera setelah putrinya selesai makan, Sarah membereskan kotak makanan bekalnya tadi, menyusunnya dalam kantong plastik lalu memasukkan kembali ke dalam tas ranselnya.
“Hmm, okelah sayangku, sekarang pasti kamu sudah sangat ngantuk, tidurlah dulu di sini” kata Sarah sambil meraih tas ransel yang dibawanya tadi pagi dan menggantungnya ke salah satu tiang di sudut ruangan pondok.
Sarah berjinjit meraih sehelai tikar plastik yang tersimpan di salah satu sudut pondok, dan menggelarnya diatas bale-bale bambu yang terletak salah satu sisi ruang pondok.
“Anak gadis mama yang cantik ini, ayo sini, Istirahat saja dulu disini, berbaringlah, kalau kamu ada PR kerjakan saja sekarang disini, biar nanti pulang ke rumah tinggal mandi dan tidur. Mommy masih ada pekerjaan yang belum selesai, nanti baru kita pulang sama-sama” ujar Sarah menjelaskan.
Grace mengangguk dan berpindah ke atas tikar, dan mulai merebahkan dirinya. Angin semilir yang berhembus mulai membuai putrinya yang akhirnya tertidur lelap karena kelelahan.
Mereka berdua berada di bale-bale di salah satu pojok pondokan kecil itu. Tidak terasa tetes airmata Sarah mengalir membasahi pipi saat melihat putri semata wayangnya yang mulai tertidur dengan lelap, hatinya terasa sangat trenyuh melihatnya, dadanya terasa sangat sakit. Betapa berat kehidupan yang kini dijalaninya bersama putrinya, meskipun demikian baik Sarah maupun putrinya Grace tidak pernah mengeluh. Namun, meskipun mereka tidak pernah mengeluh, namun tak jarang Sarah tetap merasa bahwa terkadang hidup ini tidak adil pada dirinya. Airmatanya kerap mengalir melihat betapa keras putri kesayangannya ikut beradaptasi bersamanya, menjalani kehidupan yang sekarang ini.
Sarah mengusap dada saat terbayang kilasan sejarah perjalanan hidup dan pernikahannya. Pernikahan yang dibangun bersama suaminya Tommy selama belasan tahun dari titik nol, akhirnya harus hancur, karena perselingkuhan. Hatinya sangat terluka melihat kedua anaknya harus hidup menderita seperti ini. Perjuangan dan pengorbanannya yang sudah dirintis selama belasan tahun, harus hancur lebur karena kehadiran orang ketiga. Masih teringat dalam memorinya bagaimana mereka berdua berjuang untuk bisa hidup, mencari uang agar bisa memenuhi segala kebutuhan, baik itu untuk biaya kuliah, membayar kos, uang makan dan juga kebutuhan-kebutuhan lainnya. Saat itu karier mereka berdua dirintis dari bawah. Hingga mulai naik sedikit demi sedikit, hingga pada akhirnya mencapai posisi yang sekarang, semuanya tidak mudah, semuanya bukan dalam sekejap, dan tidak dicapai dalam satu hari. Namun semuanya harus hancur karena nafsu duniawi. Bukan sedikit upaya dan usaha yang dilakukan Sarah dalam rangka mempertahankan keutuhan rumah tangganya, namun dia hanya berjuang sendirian, sedangkan suaminya tidak peduli, dia tetap hanyut dengan segala tingkah lakunya, tidak peduli dengan segala akibatnya, bahkan sampai melupakan anak-istri yang sudah bersama-sama sejak awal. Melupakan janji suci pernikahan mereka. Bahkan lebih memilih perempuan pelakor itu daripada Sarah beserta kedua anak-anak mereka.
Sarah mengepalkan tangannya dengan keras demi berusaha mengendalikan luapan emosinya. Tapi Sarah berusaha sekuat tenaga untuk tetap bisa mengontrol diri. Perlahan dia menyerahkan sebuah map file berkas-berkasnya dan sebuah kantong hitam berisi barang bukti lainnya pada pengacaranya, Aliando. Map dan kantong hitam tersebut berisi sekian banyak bukti-bukti yang telah diperolehnya sejak dia berencana untuk mengajukan gugatan cerai kepada Tommy, suaminya. Aliando, pengacaranya tersebut menatapnya dengan berat hati. Ya karena mereka bertiga adalah teman lama. Antara Sarah, Tommy dan Aliando adalah teman lama sejak mereka berteman sewaktu kuliah dulu.
“Bawa apaan ini ?” tanya Aliando saat Sarah meletakkan map serta kantong hitam tersebut di atas meja.
“Berkas dan juga bukti-bukti yang sudah aku kumpulkan selama ini.”
Aliando membuka sedikit kantong hitam dan map tersebut dan melihat isinya, ada beberapa pakaian dalam pria dan wanita, alat pencegah kehamilan bekas pakai beserta bungkusnya dan beberapa lembar foto.
“Aku juga sudah merevisi laporan dan pengajuan gugatan ku” ujar Sarah sambil menyerahkan map serta kantong hitam tersebut kepada Aliando.
“Tolong aq Do.. aku sudah tidak sanggup lagi jalani rumahtangga bersamanya, bisa gila aku ! aku butuh menjaga kesehatan mental ku”
“Aku paham, Sar.. cuma aku masih tidak bisa menerima kenapa bisa terjadi seperti ini, sungguh tak terduga sama sekali, kalian dulu begitu harmonis, dengan dua anak kalian yang begitu ganteng dan cantik”
“Sudahlah Do, sudah seperti ini jadinya, aku juga tidak ingin ini berlarut-larut, kasihan sama anak-anak” ujar Sarah perlahan dengan wajah sedih. Airmata nya jatuh perlahan-lahan di pipinya.
“Ah.. sudahlah, jangan bersedih. Aku pasti akan bantu kasus kalian. Hanya saja aku merasa sedih sekali jika kalian berdua harus berpisah, bercerai, kenapa kalian harus berakhir seperti ini.” kata Aliando dengan suara berat dan bergetar. Sepertinya Aliando tidak setuju dengan rencana gugatan perceraian yang akan diajukan oleh Sarah kepada Tommy suaminya.
Aliando meraih kotak tisu, mengeluarkan beberapa helai tissu dan memberikannya kepada Sarah. Tindakan Aliando semakin membuat Sarah tak kuasa menahan airmatanya, kontan tangisnya pecah tak tertahankan lagi, bahkan bahunya sampai terguncang-guncang saking tak kuasa meredam deraian airmata.
Aliando meraih bahu Sarah, sahabatnya dan juga merupakan istri dari sahabatnya juga. Merangkulnya dan membenamkan wajah sahabatnya itu ke bahunya.
“Sudahlah, kamu harus kuat demi anak-anak kalian, aku akan membantumu, tenangkan dirimu, tenanglah.. kamu harus kuat, demi anak-anak” ujar Aliando sambil menyodorkan beberapa lembar tissue lagi kepada Sarah.
Tangis Sarah semakin pecah, hingga terisak-isak di bahu Aliando hingga membasahi kemejanya.
Sarah tersadarkan dari lamunan dan kenangan masa lalunya, mengusap air mata, kilasan kenangan itu, walaupun hanya sekilas, tetap terasa sakit sekali. Dihapusnya lelehan air mata yang membasahi kedua pipinya. Dia tidak ingin jika ada yang melihatnya menangis. Pantang bagi seorang Sarah untuk terlihat lemah, dia sama sekali tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapapun, terutama di hadapan putra-putrinya Pierre dan Grace. Sarah selalu menyembunyikan segala kesedihannya sejak dulu, tidak pernah sekalipun dia membuka mulut ataupun mengeluh kepada siapapun atas segala permasalahan dan kemelut yang terjadi di dalam rumah tangganya. Tidak kepada keluarganya ataupun keluarga suaminya, semua hanya ditelannya sendiri, disimpannya sendiri dalam hatinya, bahkan mencari solusinya sendiri saja.
Penulis: Sarah Chan